- Merasa diri sebaai “pahlawan” karena di pikiran si pelaku, pasangan hanya mampu diatur dan diubah oleh dirinya, sehingga seburuk-buruknya hubungan tersebut, pelaku self sabotage akan tetap bertahan.
- Dikarenakan rasa sayang yang terlalu besar, pelaku self sabotage selalu memberikan sugesti pada dirinya “Nggak apa-apa dia maki-maki aku” atau “Mungkin dia lagi emosi, makanya tadi mukulin kepala aku sampai terbentur tembok”. Jadi, perilaku buruk pasangan selalu dianggap normal.
- Merasa diri sendiri berharga ketika disakiti oleh pasangan. Ibaratnya, si pelaku melakukan sesuatu yang membanggakan karena meskipun telah disakiti berkali-kali, dirinya tetap memaafkan pasangan dan tetap bertahan pada hubungan tersebut.
- Memaksa pasangan untuk menjadi “peramal”. Misalnya, kamu marah-marah nggak jelas karena pasangan kamu menjadi cuek. Kamu merasa, tanpa harus mengutarakannya, pasangan kamu harus mengerti kenapa kamu marah. Padahal kalau mau lebih simpel, kenapa nggak dikomunikasikan saja secara langsung?
Sekilas Info
Ketagihan Menjadi Korban, Waspadai Self Sabotage Dalam Hubungan!
Ketagihan menjadi korban, waspadai self sabotage dalam hubungan!– Dalam menjalin sebuah hubungan, khususnya percintaan, pada dasarnya pria dan wanita mampu melengkapi kebahagiaan satu sama lain serta menjadi pasangan yang saling menyayangi.
Namun, sayangnya, nggak semua hubungan mempunyai kondisi yang sehat dan justru lebih mengarah ke toxic (beracun). Jika mau melakukan tindakan yang tepat memutuskan dan meninggalkan hubungan toxic adalah cara terbaik untuk menjaga kondisi fisik dan mental kamu supaya lebih baik.
Kamu tentunya sudah nggak asing dong ya, banyak banget nih warning sign hubungan toxic. Contohnya aja seperti pasangan berkata kasar secara verbal hingga memukul fisik ketika sedang emosi. Tentunya sangat merugikan dan hal tersebut bukanlah hubungan sehat yang patut untuk dipertahankan.
Masalahnya, keluar dari hubungan yang toxic itu nggak semudah yang dipikirkan, lho. Dibutuhkan perjuangan ekstra (bahkan membutuhkan bantuan profesional) supaya seseorang mampu melepaskan diri dari pasangan abusive, baik secara verbal maupun non-verbal.
Alasan utama mengapa orang-orang sangat sulit keluar dari hubungan seperti ini adalah rasa empati yang besar terhadap pasangannya dan mempunyai rasa sayang. Sehingga ketika putus dari pasangannya, orang-orang seperti ini masih saja memikirkan kondisi pasangan abusive-nya ketika nggak bersama dirinya.
Eits, ketika kamu mengetahui (atau bahkan mengalaminya sendiri), sebenarnya tanpa disadari, bisa saja orang-orang yang menjadi korban dalam hubungan toxic sebenernya sedang melakukan self sabotage pada dirinya sendiri, lho. Nah, apa sih self sabotage dan bagaimana ciri-cirinya?
Dilansir dari halaman Instagram sisilism2.0, yuk ketahui lebih lanjut mengenai self sabotage!
Apa itu Self Sabotage
Self sabotage dalam hubungan merupakan kondisi ketika seseorang mengetahui bahwa dirinya telah menjadi korban, akan tetapi terus menerus bertahan dalam kondisi tersebut karena dirinya merasa “pantas” untuk menjadi korban. Singkatnya, para pelaku self sabotage, dilansir dari mindbodygreen, adalah orang-orang yang menciptakan masalah pada hidupnya sendiri.
Namun, hal tersebut tentunya mempunyai beberapa alasan. Salah satu faktor utamanya adalah kepercayaan diri yang rendah atau justru sebagai senjata supaya hubungan tersebut tetap menarik untuk dijalankan.
Bahkan, banyak lho orang yang mensabotase hubungan yang sehat menjadi toxic hanya untuk mengantisipasi penolakan dari pasangannya, sehingga para pelaku menjadikan dirinya sebagai korban dan seakan-akan menjadi pihak yang paling tersakiti.
Ciri-Ciri Self Sabotage
Supaya kamu mengetahui bagaimana ciri-ciri self sabotage pada sebuah hubungan, yuk kenali tanda-tandanya!